Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Usaha-usaha oleh manajemen tertinggi untuk mentransformasi atau memperkuat kembali sebuah organisasi tidak besar kemungkinan berhasilnya kecuali budaya organisasi diganti. Penelitian tentang budaya organisasi merupakan sumber pengetahuan mengenai dinamika kepemimpinan transformasional dan proses yang dengannya karisma seorang pemimpin dapat dilembagakan
Hakikat Budaya Organisasi
Schein (1992) mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan oleh para anggota dari sebuah kelompok atau organisasi. Asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan tersebut menyangkut pandangan kelompok mengenai dunia dan kedudukannya dalam dunia tersebut, sifat dari waktu dan ruang lingkup, sifat manusia, dan hubungan manusia. Shein membedakan antara keyakinan-keyakinan yang mendasari (yang dapat tidak disadari) dan nilai-nilai yang menyertai, yang dapat konsisten maupun tidak dengan keyakinan-keyakinan tersebut.
Fungsi penting dari budaya adalah untuk membentuk kita memahami lingkungan dan menentukan cara menanggapinya, dan dengan demikian mengurangi ketegangan, ketidak pastian, dan kekacauan. Masalah internal dan eksternal tersebut saling berhubungan dengan kuat, dan organisasi-organisasi harus menghadapinya secara simultan.Selagi pemecahan-pemecahan dikembangkan melalui pengalaman, ia menjadi asumsi-asumsi yang dirasakan bersama yang diteruskan kepada para anggota baru. Selang beberapa waktu, asumsi-asumsi tersebut menjadi demikian familiar sehingga para anggota tidak lagi menyadarinya.
Bagaimana para pemimpin membentuk (menciptakan) budaya.
Menurut Schein (1992), para pemimpin mempunyai potensi paling besar menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya yaitu (1) Mekanisme Utama, (2) Mekanisme Sekunder.
1. Mekanisme Utama :
1.a. Perhatian (Attention). Para pemimpin mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai-nilai, perhatian mereka melalui pilihan mengenai sesuatu untuk menanyakan, mengukur, memberi pendapat tentang, memuji, dan mengkritik. Banyak dari komunikasi tersebut terjadi selama kegiatan-kegiatan memantai dan merencanakan, seperti merencanakan rapat-rapat, rapat-rapat mengenai tinjauan kemajuan, dan “management by walking around.” Ledakan-ledakan emosioanal para pemimpin khususnya mempunyai efek yang kuat dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dan perhatian. Sebuah contoh adalah seorang pemimpinyang memarahi seorang bawahan karena tidak mengetahui apa yang terjadi dalam unitnya. Tidak menanggapi sesuatu juga menyampaikan pesan, yaitu, bahwa hal itu tidak penting.
1.b. Reaksi terhadap krisis.Krisis-krisis itu signifikan karena emosionalitas di sekeliling meningkatkan potensi untuk mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya, sebuah perusahaan yang sedang menghadapi tingkat penjualan yang turun secara drastis menghindari pemberhentian-pemberhentian dengan membuat agar semua pegawai (termasuk para manajer) bekerja dalam waktu lebih pendek dan menerima pemotongan gaji, dan dengn demikian mengkomunikasikan perhatian yang kuat terhadap mempertahankan pekerjaan para pegawai.
1.c. Pemodelan peran. Para pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan melalui tindakan mereka sendiri, khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur namun gagal untuk memperhatikannya, mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau diperlukan.
1.d. Alokasi imbalan-imbalan. Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dalam seremoni-seremoni dan pujian yang tidak formal mengkomunikasikan juga perhatian serta prioritas seorang pemimpin. Akhirnya, pemberian dari simbol-simbol tentang status memperkuat kepentingan yang relatif dari beberapa orang anggota disbanding dengan yang lainnya. Tentu saja perbedaan-perbedaan status yang jelas adalah bertentangan dengan nilai kebersamaan. Disbanding dengan kebanyakan perusahaan Amerika, perusahaan-perusahaan Jepang menggunakan jauh lebih sedikit symbol status dan keistimewaan-keistimewaan pangkat seperti ruang makan dan tempat parkir khusus.
1.e. Kriteria menseleksi dan membehentikan. Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang mempunyai nilai-nilai, keterampilan-keterampilan, atau cirri-ciri tertentu dan dengan mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada pelamar informasi yang realistis tentang criteria dan persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi. Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengeluarkanatau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga nilai-nilai dari pemimpin tersebut.
2. Mekanisme Skunder.
2.a. Desain struktur orgnisasi. Desain dari sebuah struktur sering kali lebih dipengaruhi oleh asumsi-asumsi mengenai hubungan-hubungan internal atau teori yang implicit tenang manajemen daripada oleh persyaratan-persyaratan actual bagi adaptasi yang efektif terhadap lingkungan. Sebuah struktur yang disentralisasi mencerminkan keyakinan bahwa hanya pemimpin tersebut dapat menentukan apa yang terbaik, sedangkan sebuah struktur yang didesentralisasi suatu keyakinan pada inisiatif dan tanggung jawab yang dirasakan bersama.
2.b. Desain dari system dan prosedur-prosedur. Budget formal. Sesi-sesi perencanaan. Laporan-laporan, serta program pengembangan manajemen dapat digunakan untuk menekankan kepada beberapa kegiatan dan criteria, sedangkan ia juga membantu untuk mengurangi kedwiartian peran.
2.c. Desain fasilitas-fasilitas. Meskipun jarang dilakukan sebagai sebuah strategi yang disengaja, para pemimpin dapat mendesain fasilitas-fasilitas untuk mencerminkan nilai mengenai komunikasi terbuka. Mempunyai kantor yang sama dan fasilitas-fasilitas untuk makan yang sama bagi semua pegawai adalah konsisten dengan nilai-nilai kebersamaan.
2.d. Kisah-kisah legenda, dan dongeng. Kisah-kisah mengenai peristiwa-peristiwa dan orang penting dalam organisasi membantu memindahkan nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Namun demikian, potensi penggunaan dari mekanisme tersebut dapat cukup terbatas bagi para pemimpin dari organisasi-organisasi bisinis. Sebuah yang berdwiarti tidak mengkomunikasikan nilai-nilai yang jelas, dan jika secara menyolok dibuat-dibuat akibatnya dapat berbalik. Kisah-kisah dan dongeng-dongeng dapat lebih merupakan sebuah refleksi daripada sebuah mekanisme untuk mempengaruhiya.
2.e. Pernyataan-pernyataan formal. Pernyataan- Pernyataan publik mengenai nilai-nilai pemimpin tersebut dan seruan-seruan tertulis, anggaran dasar dan falsafah tidaklah terlalu penting sebagai sebuah tambahan terhadap mekanisme lain. Mekanisme tersebut biasanya mengkomunikasikan hanya sebagian kecil dari asumsi-asumsi budaya dan keyakinan-keyakinan.